BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak abad ke-20,
gerakan pembaruan pemikiran di dunia Islam terjadi secara massif
(besar-besaran) dengan munculnya tokoh-tokoh Muslim ataupun organisasi
terkemuka di berbagai negara, seperti Mesir, Iran, Pakistan, India, dan
Indonesia. Gagasan pembaruan tersebut dimunculkan melalui istilah dan
aksentuasi yang berbeda, antara lain tajdid (renewal, pembaruan) dan ishlah
(reform, reformasi), baik yang bertendensi puritanistik dari segi ajaran maupun
revivalistik dari segi politik.
Ide-ide pembaharuan
terlihat telah turut mewarnai arus pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia.
Menilik latar belakang kehidupan sebagian tokoh-tokohnya, sangat mungkin
diasumsikan bahwa perkembangan baru Islam di Indonesia sedikit banyak
dipengaruhi oleh ide-ide yang berasal dari luar Indonesia. Seperti misalnya
Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), Hasyim Asy’ari Nahdatul ulama (NU) Zamzam
(Persis), yang ketiganya sempat menimba ilmu di Mekkah dan berkesempatan untuk
dapat berinteraksi dengan arus pemikiran baru Islam dari Mesir
Dengan kian massifnya
kiprah gerakan pembaharuan Islam di Indonesia di tengah-tengah masyarakat,
secara umum pada awal abad ke-20 M tersebut, corak gerakan keagamaan Islam di
Indonesia dapat dipetakan dengan meminjam istilah Achmad Jainuri sebagai
berikut:
Ø
Tradisionalis-konservatis,
yakni mereka yang menolak kecenderungan westernisasi
(pembaratan) dengan mengatasnamakan Islam yang secara pemahaman dan pengamalan
melestarikan tradisi-tradisi yang bercorak lokal. Pendukung kelompok ini
rata-rata dari kalangan ulama, tarekat dan penduduk pedesaan;
Ø
Reformis-modernis, yakni mereka menegaskan relevansi Islam untuk semua lapangan kehidupan
baik privat maupun publik. Islam dipandang memiliki karakter fleksibilitas
dalam berinteraksi dengan perkembangan zaman;
Ø
Radikal-puritan,
seraya sepakat dengan klaim fleksibilitas Islam di tengah arus zaman, mereka
enggan memakai kecenderungan kaum modernis dalam memanfaatkan ide-ide Barat.
Mereka lebih percaya pada penafsiran yang disebutnya sebagai murni Islami.
Kelompok ini juga mengkritik
pemikiran dan cara-cara implementatif kaum tradisionalis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Muhammadiyah
Ketika Muhammadiyah didirikan oleh KH, Ahmad Dahlan pada tahun
1912, umat islam sedang dalam kondisi yang sangat terpuruk, Bersama seluruh
bangsa Indonesia, mereka terbelakang dengan tingkat pendidikan yang sangat
rendah kemakmuran dan ekonomi yang parah serta kemampuan politis yang tidak
berdaya. Lebih memperhatinkan lagi identitas keislaman merupakan salah satu
poin negatif kehidupan umat, Islam waktu itu identik dengan profil kaum santri
yang selalu mengurusi kehidupan akhirat sementara tidak tahu dan tidak mau tahu
dengan perkembangan zaman, Sementara lembaga organisasi keagamaan juga masih
berkelut dengan urusan yang tidak banyak bersentuh dengan dinamika realitas
sosial apalagi berusaha untuk memajukan.
Sebagaimana tercermin dalam profil pendirinya Muhammadiyah hadir
sebagai pendobrak di inspirasikan oleh gerakan pembaharuan islam di dunia
internasional yang ditokohi jamaludin Al-afgani, Muhammad abduh, Rasyid Ridho
dan lain-lain, Muhammadiyah bergerak menggali nilai-nilai islam yang benar dan
universal sebagai petunjuk hidup dan kehidupan. Kemudian Muhammadiyah
berkembang dalam arah gerakan modernis, sebagai avan grade masyarakat Indonesia
yang sedang bangkit dari tidur panjang selama tiga setengah abad di bawah
kolonialisme, sejalan dengan logika modernisme secera akumulatif Muhammadiyah
berkembang menjadi jaringan organisasi besar dengan amal usaha yang makin
meningkat dalam jumlah dan ragamnya.
Ada dua arah perkembangan Muhammadiyah dalam kerangka kemodernanya,
yaitu yang pertama pertumbuhan dan kemajuan ide tentang pertumbuhan growth dan
kemajuan progress merupakan dua kata kunci utama kebudayaan modern yang
menggambarkan akumulasi jumlah quantity dan peningkatan keragaman
diversity.Keduanya merupakan rumusan atau turunan dari ciri utama modernisme
dan materialisme Muhammadiyah mencoba menyuntikkan nilai-nilai materialisme
kedalam masyarakat yang telah keropos karena mengaggap kehidupan materi duniawi
tidak memiliki nilai-nilai secara religius.
Arah perkembangan kedua adalah sistematisasi, yang merupakan
rumusan turunaan dari prinsip modernisme, sistematisasi ini tidak mengarah
organisasional dengan dibentuknya berbagai majelis dan organisasi otonom
melainkan juga dalam kehidupan beragama, mulai di bentuk lembaga untuk
mensisitematisir pemahaman, pemikiran dan pelaksanaan peribadatan yaitu majelis
tarjih dan hasilnya disistematisir dalam sebuah manual himpunan putusan tarjih,
kedua trobosan tersebut, pertumbuhan, perkembangan, kemajuan dan upaya membangun
masyarakat umat islam dari masyarakat bodoh, miskin terbelakang dan terjajah
hinga menjadi masyarakat yang mandiri, makmur dan berpendidikan.
Dua arah perkembangan tersebut di jadikan oleh organisasi
Muhammadiyah dalam kerangka modernisasi dan sistematisasi itu merupakan rumusan
untuk memajukan agama islam yang murni menurut Al-Qur’an dan sunnah rosull
Karanka pandangan dunia modernis makin lama makin banyak maendapat
kritik karena dianggap tidak lagi sesuai, orang-orang modrnis dianggap telah melangkah
terlalu jauh dengan menjadikan rasionalisme dan materialisme bukan lagi
perangkat analisis, melainkan sebagai ideologi, dengan menjadikan materialisme
dan rasionalisme sebagai ideologi orang-orang modernis telah mutlak kedua nilai
tersebut dan gagal melihat berbagai keterbatasan yang inheren di dalamnya.
Orang-orang muhamadiyah belum mampu memahami bahwa bentuk gerakan
mereka merupakan sebuah hasil pemikirannya untuk mengatasi tuntutan keadaan,
krangka organisasi modernis hanyalah sarana untuk mengaktualisasikan
nilai-nilai keislaman dalam konteks masyarakat pada waktu itu, modernisme bisa
dikatakan bukan substansi gerakan yang di bangun oleh K.H.A Dahlan hingga
kinipun orang lebih mengenal gerakan anti TBC (tahayul, bid’ah, dan curafat)
dan bukan gerakan sosial dan budaya.
Prinsip utama gerakan Muhammadiyah merupakan hasil pemahaman
terhadap ajaran islam yang termaktub dalam al-qur’ann dan sunnah hasil
pemahaman demikian dirumuskan sebagai pola kelakuan perjuangan muhammadiyah
yang kemudian mendorong memberi arah dan bentuk setiap aktifitas Muhammadiyah,
keseluruhan dari prinsip perjuangan Muhammadiyah dapat dikelompokan menjadi
lima prinsip yaitu;
1.
Prinsip gerakan islam
2.
Prinsip gerakn sosial
3.
Prinsip gerakan dakwah
4.
Prinsip gerakan ilmu
5.
Prinsip gerakan tajdid
Dari 5 prinsip tersebut merupakan sistem gerakan muhammadiyah dalam
pembaharuan islam, Dilain pihak KH, Ahmad Dahlan juga melihat perlunya
dilakukan pembaharuan system pendidikan islam dari pesantren menjadi system
pendidikan modern, karena itu tidak mengherankan jika berdirinya muhammadiyah
diawali dengan “pendiri sekolah islam, yaini gabungan antara pendidikan umum
dengan system madrasah, dirumah sendiri dikampung kauman yogyakarta, melalui
lembaga pendidikan inilah pendiri Muhammadiyah ini mencoba merealisasikan
gagasannya untuk menjadi organisasi sosial keagamaan berlebel Reformasi. Hubungan
sistematik kelima prinsip gerakan Muhammadiyah menjadikan setiap akivitas harus
menjalankan kelima prinsip tersebut, hal ini berarti bahwa suatu kegiatan
sebagai penerapan satu prinsip lainnya bahkan sekaligus merupakan penrapan
prinsip lainnya, namun demikian karena prioritas nya diterapkan sebagai satu
prinsip gerakan tertentu, maka arah utama dari kegiatan tetap didasarkan pada
prinsip garakan.
Kehadiran sebuah organisasi sosial keagamaan dengan predikat
pembaharu pada dasa warsa kedua, abad kedua puluh ini dipandang sebagai satu
kemajuan besar dikalangan umat islam.. Tradisi keagamaan yang dipengaruhi oleh
budaya keraton dan sinkretis, menyebabkan K.H.A. Dhlan memilih pembaharuan
sebagai upaya memurnikan ajaran islam, dengan cara mengembalikannya kepada dua
sumber utama yaitu; Al-Qur’an dan As-sunnah.
Sejak Muhammadiyah didirikan “bernawitu” menjadi gerakan islam
sesuai dengan bimbingan Allah dalam A-Qur’an serta teladan Rosulullah dalam
fikiran modern yang selaras dengan kedua basis sebelumnya, dengan dasar-dasar
tersebut Muhammadiyah mampu menumbuhkan cara hidup yang dinamik, rasional, dan
individualistic serta gaya hidup kota yang duniawi dan mampu mengkombinasikan
pola dan metodeorganisasi barat yang modern dengan prinsip dan nilai islam
mempunyai kepercayaan pada diri sendiri, jadi jelas pilihan yang dijatuhkan,
sebagai gerakan tjdid menempati dua sisi mata uang yang sama. Pemurnian islam
dari segala bentuk bid’ah dan kurafat serta penerapan islam dalam masyarakat
dengan pola dan metode modern.
Dengan Islam benar Muhammadiyah menjadi kokoh, teguh dan berpribadi
dengan ilmu-ilmu modern Muhammadiyah lebih mudah menerapkan islam dalam
kehidupan masyarakat.
Etos Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan islam terlalu sederhana untuk hanya dikaitkan dengan masalah kekuasaan politik apa lagi jabatan presiden, menteri atau DPR. Karena itu, penting bagi Muhammadiyah untuk tetap konsisten pada jati dirinya sebagai gerakan sosial dan budaya, jika pada satu masa nampak ketergiuran kader gerakan ini pada permainan kekuasan adalah pertanda dari sebagai pusat keunggulan peradaban, walaupun demikian, bagi muhammmadiyah, kejkuasaan atau partai politik bukansesuatu yang di pandang tidak panting atu di luar keberadaan dirinya sebagai gerakan sosial atau kebudayaan.
Etos Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan islam terlalu sederhana untuk hanya dikaitkan dengan masalah kekuasaan politik apa lagi jabatan presiden, menteri atau DPR. Karena itu, penting bagi Muhammadiyah untuk tetap konsisten pada jati dirinya sebagai gerakan sosial dan budaya, jika pada satu masa nampak ketergiuran kader gerakan ini pada permainan kekuasan adalah pertanda dari sebagai pusat keunggulan peradaban, walaupun demikian, bagi muhammmadiyah, kejkuasaan atau partai politik bukansesuatu yang di pandang tidak panting atu di luar keberadaan dirinya sebagai gerakan sosial atau kebudayaan.
Di dalam dinamika demokrasi politik kebangsaan dan orientasi pad
aide masyarakat madani di masa depan peran penting Muhammadiyah justeru
terletak psda kemampuan gerakan menempatkan diri sebagai pencerah peradaban
sebagai etos gerakannya. Inilah sebenarnya pesan pembaharuan kiayi Ahmad
Dahlan, sehingga pada awal kemunculannya ia mampu menyerap berbagai pusat
keunggulan pada masanya.
Gerakan tersebut mulai berubah lagisetelah mengalami formalisasi
atas pembaharuannya dalam berbagai lembaga dan terutama sesudah pengembangan
Tarjih sebagai lembaga fatwa hukum fikih, sejak itu tidak lama pendiri wafat,
sebenarnya gerakan ini mulai mengalami proses tradisionalisasi, Muhammadiyah
seolah-olah identik dengan tarjih yang kemudian diartikan hanya sebagai lembaga
fatwa syariah (fikih).
berdirinya
Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut:
(1) Membersihkan Islam di Indonesia
dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam. Cntohnya: mengadakan pesta
minuman keras, main judi, panco apabila ad raja2 yg meninggal di istana. Lalu
memotong kerbau.
(2) Reformulasi doktrin Islam dengan
pandangan alam pikiran modern
(3) Reformulasi ajaran dan pendidikan
Islam; dan
(4) Mempertahankan Islam dari
pengaruh dan serangan luar
Formalitas
beragama adalah fokus utama yang ingin didekonstruksi oleh Kyai Dahlan. Ide
pembaharuannya menyangkut akidah dan syariat, misalnya tentang upacara ritual
kematian, upacara perkawinan, kehamilan, sunatan, berziarah ke kuburan keramat,
memberikan sesajen kepada hal yang dianggap keramat dan sebagainya. Menurut
Kyai Dahlan, hal-hal tersebut bertentangan dengan Islam dan dapat menimbulkan
perbuatan syirik dan musyrik. Kyai Dahlan juga berupaya menegakkan ajaran Islam
sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist, berusaha mengedepankan ijtihad jika ada hal
yang tidak dapat dalam Al-Qur’an maupun Hadist serta berusaha menghilangkan
taqlid (pendapat ulama terdahulu tanpa ada dasarnya) dalam fiqih dan menegakkan
amar ma’ruf nahi munkar.
1. Pembaharuan Lewat Politik
Tahun
1922 Kiai membentuk Badan Musyawarah Ulama. Tujuan badan itu ialah
mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan merumuskan berbagai kaidah
hukum Islam sebagai pedoman pengamalan Islam khususnya bagi warga Muhammadiyah.
Badan Musyawarah ini diketuai RH Moehammad Kamaludiningrat, penghulu Kraton.
Meskipun pernah berbeda pendapat, Moehammad Kamaludiningrat ini yang mendorong
para pimpinan Muhammadiyah kemudian membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis
ini diketuai Kiai Mas Mansur. Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan
tertarik pada kebagusan Islam melalui pembuktian jalan kepandaian dan ilmu.
Tahun
1909, Kiai Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo. Tujuannya selain sebagai
wadah semangat kebangsaan, juga untuk memperlancar aktivitas dakwah dan
pendidikan Islam yang dilakukannya. Ketika Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7
orang pengurusnya menyusul bergabung dengan Boedi Oetomo. Hubungan Muhammadiyah
dengan Boedi Oetomo sangat erat, sehingga Kongres Boedi Oetomo tahun 1917
diselenggarakan di rumah Kiai Ahmad Dahlan.
Untuk mengetahui informasi perkembangan pemikiran di Timur Tengah Ahmad Dahlan menjalin hubungan intensif melalui Jami’at Khair dan masuk menjadi anggotanya pada tahun 1910. Ketika Syarikat Islam berdiri, Ahmad Dahlan pun ikut serta menjadi anggota.
Rupannya dengan masuknya Ahmad Dahlan pada semua organisasi tersebut di atas dakwahnya semakin meluas dan mendapat respon positif dan di dukung oleh kalangan modernis dan perkotaan. Dari sinilah Ahmad Dahlan mendapat masukan dari berbagai pihak, yang akhirnya pada tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan wadah gerakan bagi pikirannya yaitu “Muhammadiyah”
Untuk mengetahui informasi perkembangan pemikiran di Timur Tengah Ahmad Dahlan menjalin hubungan intensif melalui Jami’at Khair dan masuk menjadi anggotanya pada tahun 1910. Ketika Syarikat Islam berdiri, Ahmad Dahlan pun ikut serta menjadi anggota.
Rupannya dengan masuknya Ahmad Dahlan pada semua organisasi tersebut di atas dakwahnya semakin meluas dan mendapat respon positif dan di dukung oleh kalangan modernis dan perkotaan. Dari sinilah Ahmad Dahlan mendapat masukan dari berbagai pihak, yang akhirnya pada tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan wadah gerakan bagi pikirannya yaitu “Muhammadiyah”
2. Pembaharuan Lewat
Pendidikan
Tak
kalah penting dalam pembicaraan kita tentang Kyai Dahlan adalah semangatnya
sebagai seorang pendidik. Beliau begitu intens mengkritik dualisme pendidikan
pada masanya. Pandangan muslim tradisional terhadap pendidikan terlalu
menitikberatkan pada aspek spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
terlihat dari lembaga pendidikannya yaitu pesantren. Pesantren lebih
mengembangkan ilmu agama dibanding ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan
kemunduran pada dunia Islam karena umat Islam hanya memikirkan masalah akhirat
dan menimbulkan sikap pasrah.
Begitu
pun dengan sistem pendidikan kolonial. Dilihat dari metode pengajaran dan
alat-alat pendidikannya, memang terbilang banyak sekali manfaat dan kemajuan
yang bisa diraih siswa dari pendidikan kolonial ini. hanya saja, dalam sekolah
kolonial tidak terdapat pelajaran tentang agama, khususnya Islam. Hal ini
menyebabkan siswa cakap secara intelektual namun lemah karakter dan
moralitasnya. Karena itulah Kyai Dahlan memandang penting persoalan sinergi
antara ilmu umum dan agama. Karena itulah institusi pendidikan Muhammadiyah
tidak memberlakukan pemisahan antara ilmu umum dan agama.
Sekolah
Muhammadiyah yang pertama telah berdiri satu tahun sebelum Muhammadiyah sebagai
organisasi berdiri. Pada tahun 1911 Kyai Dahlan mendirikan sebuah madrasah di
rumahnya yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan kaum muslim terhadap
pendidikan agama dan pada saat yang sama memberikan mata pelajaran umum. Di
sekolah itu, pendidikan agama diberikan oleh Kyai Dahlan sendiri dan pelajaran
umum diajarkan oleh seorang anggota Budi Utomo yang juga guru di sekolah
pemerintah.
Dahlan
menyinergikan antara ilmu umum dan agama ini merupakan sebuah antitesis
terhadap Prof. Snouck Hurgronje. Inilah sebab mengapa pemikiran Kyai Dahlan di
bidang pendidikan merupakan sebuah terobosan yang membawa dampak besar bagi
umat. Lebih jauh kedepan, dapat kita lihat hasilnya dengan munculnya
kader-kader Muhammadiyah yang turut mewarnai dunia politik dengan membawa
identitas ke-Islamannya.
B. PERSIS (Persatuan Islam)
Lahirnya Persis Diawali
dengan terbentuknya suatu kelompok tadarusan (penalaahan agama Islam di kota
Bandung yang dipimpin oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan kesadaran akan
kehidupan berjamaah, berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam,
menumbuhkan semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi
baru dengan cirri dan karateristik yang khas.
Pada tanggal 12
September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini
secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama “Persatuan Islam” (Persis).
Nama persis ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan
jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang
sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran
Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam.
Falsafah ini didasarkan kepada firman Allah Swt dalam Al Quran Surat 103 : “Dan
berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang (aturan) Allah
seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai”. Serta sebuah hadits Nabi Saw,
yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Kekuatan Allah itu bersama al-jama’ah”.
Tujuan dan Aktifitas
Persis
PERSIS sebagai organisasi yang berlebel Modernis lahirnya persatuan
islam di telah memberi warna baru bagi sejarah peradaban islam di Indonesia,
persis yang lahir pada abad ke-20 merupakan respon terhadap kerakter
keberagaman masyarakat islam di Indonesia yang cendrung sinkretik, akibat
pengaruh prilaku keberagaman masyarakat, Indonesia sebelum kedatangan islam
praktik-2 sinkretisme ini telah berkembang subur, akibat sikap akomodatif para
penyebar islam di Indonesia terhadap adat-istidat yang sebelumnya telah mapan.
Meskipun tidak dapat di pungkiri, bahwa keberhasilan penyeberan islam juga
tidak lepas dari sikap akomodatif. Bagi PERSIS, praktik sinkretisme merupakan
kesesatan yang tidak boleh dibiarkan berkembang dan harus segera dihapus karena
bias merusak sendi-sendi fundamental agama islam.
Hal lain yang mejadi sasaran reformasi yang dilakukan persis adalah
kejumudan berfikir yang dialami oleh sebagian besar umat islam Indonesia akibat
tklid buta yamg mereka lakukan dalam menjalankan syari’at agama. Sebagai mana
diketahui, bahwa praktik peribadatan masyarakat Indonesia pada umumnya
didasarkan pada hasil rumusan para imam mazhab 800 tahun silam, Mereka
beranggapan bahwa, hasil ijtihad para imam mazhab tesebut merupakan keputusan
terbaik dan harus di ikuti apa adanya.
Dilacak dari akar sejarahnya, reformasi yang diusung persis
merupakan pengaruh dari faham wahabi melalui para pendirinya, yaitu ketika
organisasi persis pertama kali didirikan dikaota, di pelopori oleh H. Zam-zam
dan H. Muhammad Yunus, mereka adalah ulama persis yang pernah pengenyam
pendidikan di darul ulum, mekkah tempat berkembangnya paham wahabi. Hasil beklajar
H. Zam-Zam ini kemudian di tularkan kepada segenap rekannya seperti H. Muhammad
Yunus dan beberapa rekan lainnya yang sama-sama melakukan kenduri secara rutin
di bandung, yang di isi dengan kajian-kajian keislaman dan teks-teks klasik
dari ulama salafi. Muhammad yunus sendiri, meskkipun dia tdak pernah belajar di
mekkah, dia memiki kemampuan bahasa arab, serta memiliki semangat yang tinggi
untuk mengkaji kitab-kitb bahasa arab yang di belinya, dari hasil kajian-kajian
inilah kemudian lahir pemikiran gerakan dan keislaman sebagai refleksi kritis
terhadap situasi dan kndisi masyarakat islam indonesi, pemikir pembaharu yang
banyak menentang praktik keagamaan yang tradisional dan banyak di pengaruhi
oleh pemikiran salafi.
Dalam kepemimpinan persis periode pertama (1923-1942) berada di
bawah pimpinan H. Zam-zam, Muhammad yunus, Ahmad hasan, dan Muhammad Natsir
yang menjalanka roda organisasi pada masa penjajahan colonial belanda, dan
menghadapi tntangan yang berat dalm menyebarkan ide-ide dan pemikiranna. Pada
masa penduduk jepang (1942-1945), ketika semua organisasi islam dibekukan, para
para pemimpin dan anggot persis bergerak sendiri-sendiri menentang usaha
Niposisasi dalam pemusyrikan ala jepang,hingga menjelang proklamasi kemerdekaan
pasca kemerdekaan, persis mulai reorganisasi yang telah di bekukan selama
penduduk jepang, Melalui reorganisasi tahun 1941, kepemimpinan persis di pegang
oleh para ulama generasi kedua diantaranya KH. M. Isa Anshari, sebagai ketua
umum persis (1948-1960), K.H.E. Abdurahman, Fakhrudin Al-khahiri, K.H.O.
Qomaruddin Saleh, dan lain-lain.
Pada masa ini persis dihadapkan pada pergolakan politik yang belum
stabil, pemerintah republik Indonesia seperti mulai tergiring kearah demokrasi
terpimpin yang di rancangkan oleh presiden Soekarno dan mengarah pada pembentuk
negara dan masyarakat dengan ideologi Nasionalis, agama, komonis (NASAKOM),
Setelah berakhirnya periode kepemimpina K.H. Muhammad Isa Ansshary,
kepemimpinan persis di pegang oleh K.H..E. Abdurahman (162-1982) yang dihadapkan
pada berbagai persoalan eksternal dengan munculnya berbagai aliran keagamaan
yang menyesatkan seperti aliran pembaharu isa bugis, isa bugis, islam jama’ah,
darul hadist, inkarus sunnah, syi’ah, ahmadiyah dan faham sesat lainnya.
Kepemimpinan K.H.E Abdurahman dilanjutkan oleh K.H.A LAtif Muctar, MA
(1983-1997) dan K.H. Shiddiq Amien (1997-2005) yang merupakan proses regenerasi
dari tokoh-tokoh persis kepada eksponen organisasi otonom kepemudaan (pemuda
persis).
Pada dasarnya, perhatian persis ditujukan terutama pada faham
Al-Qur’an dan sunnah, hal ini dilakukan berbagai macam aktifitas diantaranya
dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tablgh, khutbah, kelompok studi,
tadarus, mendirikan sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan majalah-majalah dan
kitab-kitab, serta, serta berbagai aktifitas keagamaan lainnya, tujuan utmanya
adalah terlaksananya syari’at islam secara kaffa dalam segala aspek kehidupan,
untuk mencapai tujuan jam’iyyah, persis melaksanakan berbagai kegiatan antara
lain pendidikan yang mulai dengan mendirikan pesaantren persis pada tanggal 4
maret 1936, dari pesantren persis ini kemudian berkembang berbagai lembaga
pendidikan mulai dari Raudlatul Athfal (taman kanak-kanak ) hingga perguruan
tinggi, kemudian menerbitkan berbagai buku, kitab-kitb, dan majalah antaralain
majalah pembela Islam (1929 ), majalah Al-fatwa,(1931), Al-lissan (1935),
majalah At-taqwa (1937) majalah Al-hikam (1939), majalah Aliran islam (1948),
majalah risalah (1962), serta berbagai majalah yang di terbitkan di cabang-cabang
persis.
Selain pendidikan dan penerbitan, kegiatan rutin adalah
menyelenggarakan pengajian dan diskusi yang banyak di gelar di daerah-daerah,
baik atas inisiatif pimpinan pusat persis maupun permintaan dari cabang-cabang
persis, undang-undang dari organisasi islam lainnya, serta masyarakat luas.
B. NU (Nahdlatul Ulama)
Nahdatul ulama (NU) lahir pada tanggal 31 januari 1926 di Surabaya,
organisasi ini di prakarsai oleh sejumlah ulama terkemuka, yang artinya
kebangkitan para ulam, NU didirikan untuk menampung gagasan keagamaan para
ulama tradisional, atau sebagai reaksi atas prestasi ideologi gerakan
modernisme islam yang mengusung gagasan purifikasi puritanisme, pembentukan NU
merupakan upaya peorganisasian dan peran para ulama, pesantren yang sudah ada
sebelumnya, agar wilayah kerja keulamaan lebih ditingkatkan, dikembangkan dan
di luaskan jangkauannya dengan kata lain didirikannya NU adalah untuk menjadi
wadah bagi usaha mempersatukan dan menyatukan langkah-langkah para ulama dan
kiai pesantren.
Dalam pandangan NU tidak semua tradisi buruk, usang, tidak
mempunyai relevansi kekirian, bahkan tidak jarang, tradisi biasa memberikan
inspirasi bagi munculnya modernisasi islam penegasan atas pemihakkan terhadap
“warisan masa lalu “ islam di wujudkan dalam sikap bermazhab yang menjadi
typical NU, dalam memahami maksud Al-Qur’an dan hadist tanpa mempelajari karya
dan pemikiran-pemikiran ulama-ulama besar seperti, Hanafi, Syafi’I, Maliki, dan
Hambali hanya akan sampai pada pemahaman ajaran islam yang keliru.
Demikian juga dalam pandangan kiai, hasyim yang begitu jelas dan
tegas mengenai keharusan umat Islam untuk memelihara dan menjaga tredisi islam
ditorehkan para ulama klasik. Dalam rangka memelihara system mazhab kiai Hasyim
merumuskan gagasan ahlusunnah waljama’ah yang bertumpa pada pemikiran, AbuHasan
al-asyari, Mansur Al-Maturdi imam Hana fi, Maliki, syafi’I, dan Hambali, serta
ima Al-ghozali, junaid Albaghdadi dan imam mawrdi..
Dengan latar belakang aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan
ekonomi di sekitar pesantren yang mulai menjamur pada akhir dasawarsa 1970 dan
1980, muncul wacana-wacana baru, yang berani mempertanyakan interprestasi
khazana klasik yang sudah mapan dan mencari relevansi tradisi islam untuk
msyarakat yang sedang mengalami perubahan secara cepat, merupakan suatu
perkembangan revolusioner, baik daalam aktivitas LSM maupun dalam wacana yang
berkembang. Perhatian mulai bergeser dari para kiai sebagai tonggak organisasi
NU kepada massa besar, akar rumput yang merupakan mayoritas jama’ahnya tetapi
kepentingannya selama ini lebih sering terabaikan. Dominasi akivitas dan wcana
NU dan keturunan mereka (kaum Gus-gus), telah mulai terdobrak, sebagian besar
aktivis dan pemikir muda yang memberi nuansa kepada NU pada dasawarsa 1980 dan
1990 tidak berasal dari kasta kiai melainkan dari keluarga awam, yang mengalami
mobilitas sosial, tetapi perlu kita dicatat bahwa mereka bias muncul karena
mnendapat dukungan dan perlindungan dari sejumlah tokoh muda dari kalangan elit
seperti, Fahmi sifuddin, Mustafa bisri, dan Abdurahman Whid.
Paham Keagamaan
NU menganut paham Ahlussunah
wal jama'ah, sebuah pola pikir
yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an dan sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik.
Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan
Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti salah satu mazhab seperti imam Syafi'i Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang
mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Usaha Organisasi
Ø
Di bidang
agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang
berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
Ø
Di bidang
pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa,
berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya
Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai
daerah khususnya di Pulau Jawa.
Ø
Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang
sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
Ø
Di bidang
ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan,
dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. Hal ini
ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti
membantu masyarakat.
Ø
Mengembangkan
usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.
BAB III
KESIMPULAN
Pembaharuan adalah
pikiran atau gerakan untuk menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan
perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern. Munculnya modernisasi/pembaharuan berawal dari
situasi dan kondisi umat Islam yang belum maju.
Islam adalah agama yang
indah, variatif dan selalu memberikan kemudahan pada pemeluknya. Agama
ini merupakan rahmat bagi seluruh alam. Pembaharuan yang terjadi khususunya di
indonesia merupakan bukti bahwa islam bisa beradaptasi dengan zaman yang
senangtiasa berkembang. Gerakan-gerakan yang muncul pasca pembaharuan merupakan
indikasi kuat bahwa agama ini tidak stagnan dan koserfatif
Ide-ide pembaharuan
terlihat telah turut mewarnai arus pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia.
Menilik latar belakang kehidupan sebagian tokoh-tokohnya, sangat mungkin
diasumsikan bahwa perkembangan baru Islam di Indonesia sedikit banyak
dipengaruhi oleh ide-ide yang berasal dari luar Indonesia. Seperti misalnya
Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), Nahdatul ulama (NU) Zamzam (Persis), yang
ketiganya sempat menimba ilmu di Mekkah dan berkesempatan untuk dapat
berinteraksi dengan arus pemikiran baru Islam dari Mesir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar